Rabu, 18 Maret 2015

Cerita Pada Malam

Selamat malam, pemilik hati yang hanya bisa meratapi cintanya yang telah pergi.

Malam ini aku ingin bercerita, bercerita tentang sekuntum kenangan, yang tiba-tiba terlepas dari dahan. Tentang sesuap memori pelukan, yang berhenti seketika di tenggorokan. Tentang secarik halaman, yang tulisannya terhenti di tengah jalan. Pula tentang sesungging senyuman, yang kini hilang di pangkuan pelaminan.

Suatu hari, sendirian, aku menelusuri pagi dengan kecewa yang bersanding sepi. Berjalan di tengah kabut asap dari api yang ternyata mengepul dari hatiku sendiri. Mengusap tetesan air yang mengalir deras di pipi. Pedih, ketika aku harus melangkahkan kaki ke tempat kamu diikat lelaki lain dalam sebuah janji suci.

Begitu berat. Terlebih lagi, mulai kini aku akan kehilangan seseorang yang selalu mengkhawatirkan keadaanku ketika aku jauh. Bibirku juga tidak akan pernah lagi melafalkan kata rindu, kata yang sejak sepuluh tahun lalu menguntit antara aku dan kamu. Huh, apalah arti sebuah kesetiaan untuk membahagiakan, jika pada akhirnya kenyataan tidak bisa menyatukan cinta yang berlainan keyakinan.

Di jalan setapak ini, aku hanya bisa memegang erat undangan pesta semalaman yang akan kamu langsungkan. Sebuah perayaan untuk dimulainya kehidupan. Suatu kesaksian atas sebuah kebahagiaan. Tentu, kehidupan dan kebahagiaan yang tidak ada aku di dalamnya. Sakit. Teramat sakit, ketika aku dipaksa melihat singgasana yang pernah kita damba ternyata justru menjadi milikmu dan dia.

Sudahlah. Aku hanya bisa berdoa, semoga aku kuat menyalami kalian yang berdiri berdampingan, bak putri dan pangeran.




p.s.: tulisan ini tertuju untuk kalian yang menyatakan cintanya pada dia yang hanya menjawab dengan diam. Diam…diam…diam-diam nikah sama orang lain. Sakit, ya? Iya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar