Senin, 02 Maret 2015

Untuk Laki-Laki Kepala Dua

Sebagai seorang laki-laki, kita punya banyak tanggung jawab yang mesti diemban. Jika seorang laki-laki sudah menginjak kepala dua, dia sudah harus memiliki jiwa laki-lakinya. Kenapa? Karena laki-lakilah yang menentukan akan seperti apa dia, istri, anak-anak, dan keturunan-keturunannya. Dia yang memikul tanggung jawab kualitas hidup mereka.

Memang, fase kepala dua masih dibayangi oleh fase denial, anger, dan juga bargaining. Ketiganya wajar hadir di masa peralihan seperti umur dua-puluhan. Karena setiap mereka yang sudah memasuki kepala dua pasti akan menyangkal bahwa dirinya masih kekanak-kanakan, namun tidak dipungkiri kemarahan-kemarahan ‘sepele’ mereka justru mematahkan sangkalannya sendiri. Dengan demikian, maka tidak heran akan terjadi tawar-menawar sikap antara dia dan batinnya sendiri yang nantinyasebenarnyamenuntun dia secara perlahan ke kepribadian yang lebih dewasa.

Ketika laki-laki sudah berada pada umur dua-puluhan, dan merasakan siap menikah, dia seharusnya sudah mengetahui bahwa laki-laki itu...bukan seorang pemimpin, tapi harus berjiwa pemimpin. Dia harus menjadi perencana yang baik. Dia harus punya rencana untuk istri dan keturunan-keturunannya ketika dia ada, dan juga ketika dia sudah tidak ada. Tentu, tidak ada satu laki-laki pun yang ingin keluarganya menderita karena ketidakmampuannya menghidupi, melindungi, mengayomi, dan menafkahi. Dan tidak ada satu laki-laki pun juga yang ingin keluarganya menjadi beban orang lain ketika suatu saat nanti ia dipindahkan Tuhan ke alam yang lain.

Oleh karena itu, laki-laki berkepala dua yang merasa siap menikah sudah harus memikirkan bagaimana dia mengayomi, melindungi, menafkahi dan menghidupi keluarganya nanti. Wujudnya, adalah memiliki rumah; tidak perlu mewah, tidak perlu megah, ngontrak pun jadi, yang penting ada tempat untuk pulang dan berlindung dari panas dan hujan. Selain itu, tentu, penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak perlu yang memanjakan, yang penting cukup menghidupi anak dan istri.

Itulah kenapa setiap orang tua wanita selalu menanyakan ‘sudah punya apa?’ dan ‘sudah kerja? Kerjanya apa?’ ketika seorang laki-laki memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius dengan anaknya. Matrealistis? Tidak. Itu wajar. Karena pertanyaan itu hadir karena pengalaman beliau. Beliau memberikan pertanyaan tersebut karena untuk memberikan dia gambaran dan juga untuk mengetahui seperti apa planning si calon menantunya, sebagai wujud keseriusan dengan anaknya. Tidak ada orang tua yang rela anaknya dilepas untuk hidup menderita.

Memang, pada tahap ini kadang seorang laki-laki selalu egois, mereka menganggap bahwa seharusnya jika laki-laki dan perempuan sudah saling cinta dan mengikatnya dalam pernikahan, hidup melarat pun istri seharusnya bisa terima, hal ini semata-mata untuk menjadi pelajaran mereka untuk tidak boros dan semangat bahu-membahu menghidupi keluarga. Bos, itu egois namanya. Laki-laki yang punya tanggung jawab terhadap istri pasti tidak tega mengajak istrinya melarat. Ingat, laki-laki harus berjiwa pemimpin. Bukan berjiwa pengecut yang orang lain harus menerima dia apa adanya. So, rencanakan segala sesuatunya sebelum menikah. Pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang memiliki rencana dua langkah lebih maju dibandingkan orang yang dipimpinnya. Itulah kenapa dia disebut pemimpin.

Susun rencana secara matang, jika semua sudah siap, baru menikahlah. Persiapan yang baik, akan menghasilkan yang baik pula. Planning is everything. Jangan gegabah. Ini yang sering terjadi pada laki-laki kepala dua. Memutuskan tanpa berpikir, dan menganggap apa yang dia anggap benar adalah benar.

Jika memang belum siap, ya, tidak masalah. Perbaikidirilah dulu. Rencanakan sematang mungkin semuanya. Siapkan lahir dan batinya.




‘...Tulisan ini ditujukan untuk mereka; laki-laki yang berhasrat menikah muda, dan laki-laki tua yang masih sendiri...’





p.s.: untuk yang ingin menikah muda, jangan menikah jika belum siap semua hal ketika kamu masih ada dan ketika kamu nanti sudah tidak ada.

p.s.s.: untuk lelaki tua yang masih jomblo, tenang, saya tahu kalian sedang membangun pondasi. Maka bangunlah sekekar mungkin pondasi keluargamu. Tapi ingat, nikahlah! Mau sampai kapan sendiri? Inget umur. Malu sama kucing. Meong meong meong. Hahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar