Sebagai seorang laki-laki, kita punya banyak tanggung jawab yang
mesti diemban. Jika seorang laki-laki sudah menginjak kepala dua, dia sudah
harus memiliki jiwa laki-lakinya. Kenapa? Karena laki-lakilah yang menentukan
akan seperti apa dia, istri, anak-anak, dan keturunan-keturunannya. Dia yang
memikul tanggung jawab kualitas hidup mereka.
Memang, fase kepala dua masih dibayangi oleh fase denial, anger, dan juga bargaining.
Ketiganya wajar hadir di masa peralihan seperti umur dua-puluhan. Karena setiap
mereka yang sudah memasuki kepala dua pasti akan menyangkal bahwa dirinya masih
kekanak-kanakan, namun tidak dipungkiri kemarahan-kemarahan ‘sepele’ mereka justru mematahkan
sangkalannya sendiri. Dengan demikian, maka tidak heran akan terjadi
tawar-menawar sikap antara dia dan batinnya sendiri yang nantinya—sebenarnya—menuntun dia secara perlahan ke
kepribadian yang lebih dewasa.
Ketika laki-laki sudah berada pada umur dua-puluhan, dan merasakan
siap menikah, dia seharusnya sudah mengetahui bahwa laki-laki itu...bukan seorang pemimpin, tapi harus berjiwa
pemimpin. Dia harus menjadi perencana yang baik. Dia harus punya rencana
untuk istri dan keturunan-keturunannya ketika dia ada, dan juga ketika dia
sudah tidak ada. Tentu, tidak ada satu laki-laki pun yang ingin keluarganya
menderita karena ketidakmampuannya menghidupi, melindungi, mengayomi, dan
menafkahi. Dan tidak ada satu laki-laki pun juga yang ingin keluarganya menjadi
beban orang lain ketika suatu saat nanti ia dipindahkan Tuhan ke alam yang
lain.
Oleh karena itu, laki-laki berkepala dua yang merasa siap menikah
sudah harus memikirkan bagaimana dia mengayomi, melindungi, menafkahi dan
menghidupi keluarganya nanti. Wujudnya, adalah memiliki rumah; tidak perlu
mewah, tidak perlu megah, ngontrak pun jadi, yang penting ada tempat untuk
pulang dan berlindung dari panas dan hujan. Selain itu, tentu, penghasilan yang
mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak perlu yang memanjakan, yang penting cukup
menghidupi anak dan istri.
Itulah kenapa setiap orang tua wanita selalu menanyakan ‘sudah punya apa?’ dan ‘sudah kerja? Kerjanya apa?’ ketika
seorang laki-laki memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius dengan
anaknya. Matrealistis? Tidak. Itu wajar. Karena pertanyaan itu hadir karena
pengalaman beliau. Beliau memberikan pertanyaan tersebut karena untuk
memberikan dia gambaran dan juga untuk mengetahui seperti apa planning si calon menantunya, sebagai
wujud keseriusan dengan anaknya. Tidak ada orang tua yang rela anaknya dilepas
untuk hidup menderita.
Memang, pada tahap ini kadang seorang laki-laki selalu egois,
mereka menganggap bahwa seharusnya jika laki-laki dan perempuan sudah saling
cinta dan mengikatnya dalam pernikahan, hidup melarat pun istri seharusnya bisa
terima, hal ini semata-mata untuk menjadi pelajaran mereka untuk tidak boros
dan semangat bahu-membahu menghidupi keluarga. Bos, itu egois namanya. Laki-laki yang punya tanggung jawab
terhadap istri pasti tidak tega mengajak istrinya melarat. Ingat, laki-laki
harus berjiwa pemimpin. Bukan berjiwa pengecut yang orang lain harus menerima
dia apa adanya. So, rencanakan segala
sesuatunya sebelum menikah. Pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang memiliki
rencana dua langkah lebih maju dibandingkan orang yang dipimpinnya. Itulah
kenapa dia disebut pemimpin.
Susun rencana secara matang, jika semua sudah siap, baru menikahlah.
Persiapan yang baik, akan menghasilkan yang baik pula. Planning is everything. Jangan gegabah. Ini yang sering terjadi
pada laki-laki kepala dua. Memutuskan tanpa berpikir, dan menganggap apa yang
dia anggap benar adalah benar.
Jika memang belum siap, ya, tidak masalah. Perbaikidirilah dulu. Rencanakan
sematang mungkin semuanya. Siapkan lahir dan batinya.
‘...Tulisan ini ditujukan untuk
mereka; laki-laki yang berhasrat menikah muda, dan laki-laki tua yang masih
sendiri...’
p.s.:
untuk yang ingin menikah muda, jangan
menikah jika belum siap semua hal ketika kamu masih ada dan ketika kamu nanti
sudah tidak ada.
p.s.s.:
untuk lelaki tua yang masih jomblo,
tenang, saya tahu kalian sedang membangun pondasi. Maka bangunlah sekekar mungkin
pondasi keluargamu. Tapi ingat, nikahlah! Mau sampai kapan sendiri? Inget umur.
Malu sama kucing. Meong meong meong. Hahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar